Knowledge-based Economy, Kunci Bertahan di Revolusi Industri 4.0

Saat ini, Indonesia tengah mengadopsi Revolusi Industri 4.0. Secara umum, industri 4.0 mencakup tren yang merujuk pada automasi dan pertukaran data dalam teknologi dan proses dalam industri manufaktur. Beberapa contoh tren yang dimaksud adalah artificial intelligence, (AI), Internet of Things (IoT), sistem fisik siber (CPS), Industrial Internet of Things (IIoT), dan sistem komputasi awan.

Hal tersebut pun mendorong Indonesia untuk bergegas membangun knowledge-based economy. Secara singkat, knowledge-based economy mengacu pada ekonomi yang digerakkan dengan pengetahuan dengan menggunakan tren teknologi mutakhir.

Melalui wawancara virtual pada 22 September 2021 lalu, Lecturer Specialist Doctor of Computer Science dari BINUS University, Dr. Ir. Haryono, M.Sc, menjelaskan lebih dalam soal konsep knowledge-based economy yang menjadi kunci bertahan di tengah Revolusi Industri 4.0.

Apa itu knowledge-based economy?

Agar lebih mudah memahami tentang konsep knowledge-based economy, Haryono terlebih dulu menjelaskan soal tiga kategori negara yang dibagi oleh World Economic Forums, yaitu negara dengan factor driven, investment driven, dan yang paling tinggi adalah innovation driven.

Negara dengan factor driven adalah negara yang ekonominya berbasis sumber daya alam sebagai sumber devisa, dengan mengekspor sejumlah bahan baku. Contohnya adalah negara-negara di benua Afrika atau Indonesia pada 30 tahun lalu.

Sementara itu, negara dengan investment driven sudah fokus pada produk, distribusi, dan pemasaran. Aktivitas yang dilakukan cenderung berpusat pada pengolahan, tentunya dengan adanya added value. Namun, negara dengan investment driven umumnya belum memiliki pendidikan yang maju. Hal ini berbeda dari kategori innovation driven yang justru menjadi kelas tertinggi pengetahuan.

“Kelas tertinggi pengetahuan itu innovation driven country. Nah, negara yang masuk dalam kelas ini adalah negara yang disebut dengan knowledge-based economy, menggunakan teknologi maju, bisnis digital, dan new human capital,” papar Haryono.

Kriteria knowledge-based economy suatu negara

Lalu, bagaimana caranya mengetahui apakah suatu negara telah berhasil menerapkan knowledge-based economy? Haryono menjelaskan bahwa perlu dilakukan pengukuran competitiveness index yang melibatkan 12 kriteria, yaitu:

  • Infrastructure
  • Institutions
  • ICT adoption
  • Health
  • Skills
  • Macroeconomic stability
  • Labour market
  • Product market
  • Market size
  • Financial system
  • Innovation capability
  • Business dynamism

Setiap tahunnya, negara-negara di dunia menjalani proses penilaian competitiveness index menggunakan 12 kriteria tersebut. Hasilnya kerap berubah dari tahun ke tahun. Beberapa negara yang kerap berada di peringkat atas adalah Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Sementara itu, Indonesia ada di sekitar peringkat ke-45 dari total 150-an negara.

Pendidikan jadi aspek tak kalah penting dalam knowledge-based economy

Selain 12 kriteria di atas, sebetulnya masih ada sejumlah aspek lain yang tak kalah penting dampaknya terhadap knowledge-based economy. Salah satunya adalah edukasi atau pendidikan. Menurut Haryono, pendidikan merupakan masa depan yang menentukan apakan suatu negara dapat membangun knowledge-based economy.

Oleh karena itu, pelaku ekonomi mau tak mau perlu mengubah cara dalam melakukan sistem yang berjalan, termasuk yang paling penting adalah mempertimbangkan kemampuan sumber daya manusianya (SDM).

AI is growing fastly even during pandemic, mendapat ruang baru untuk berkembang. Relevansinya adalah perusahaan yang melakukan transformasi bisnis itu mereka yang mampu menggerakkan perusahaannya dengan new human capital. Jadi, kuncinya di SDM untuk menggerakkan transformasi bisnis atau digital, menghadapi disrupsi yang sangat kompetitif,” ujar Haryono.

Mengingat bahwa knowledge-based economy sangat mengedepankan inovasi dan teknologi, edukasi dalam bidang information and communications technology (ICT) pun begitu dibutuhkan. Perlu adanya penguasaan ICT yang baik untuk mendukung knowledge-based economy sebagai dasar Revolusi Industri 4.0.

Hal tersebut telah diajarkan sejak lama di BINUS University. Mulai dari program S1, S2, hingga S3, semua mendapat sentuhan mengenai ICT. Jadi, tidak terbatas pada jurusan ilmu komputer saja. Dengan begini, sejak sebelum bekerja pun para mahasiswa telah mendapat bekal dasar yang nantinya dapat memudahkan mereka untuk mendalami knowledge-based economy. Hal ini menjadi keunggulan yang meningkatkan daya saing mereka di Revolusi Industri 4.0.