Mendorong Industri 4.0 dan Society 5.0 di Indonesia
Agaknya perjalanan Indonesia menuju Industri 4.0 dan Society 5.0 masih panjang nan berliku. Demi menjawab tantangan tersebut, para pengajar di program Doctor of Computer Science BINUS University memaparkan peran praktisi dan peneliti di bidang Ilmu Komputer dan Sistem Informasi, sebagai pendukung utama roda perjalanan ini.
Jakarta – Generasi Y dan Z mungkin tidak pernah mencicipinya. Padahal, dua dekade ke belakang, pager pernah menjadi primadona alat komunikasi, kebanyakan digunakan oleh orangtua mereka. Lalu menjelang era 1990an, ponsel pun muncul dan dengan segera menggeser pager.
Siapa sangka, kini ponsel berkembang sedemikian rupa menjadi gawai pintar yang hanya membutuhkan sentuhan jari untuk pengoperasiannya. Fungsinya pun bermetamorfosis, bukan lagi alat komunikasi semata melainkan juga sebagai entertainment.
“Sekarang kita memasuki era disruptive technology. Banyak perubahan terjadi yang sifatnya radikal dan memberikan peluang baru, tapi juga bisa membunuh incumbent. Banyak industri collapse,” kata Agung Trisetyarso, S.Si., M.Si., Ph.D, salah satu dosen ahli di Doctor of Computer Science Program (DCS), BINUS University.
Dalam wawancara via daring tersebut, Dr. Agung memaparkan kasus yang pernah menimpa Apple sebagai contoh disruptive technology. Perusahaan asal Amerika Serikat yang merupakan salah satu raksaksa teknologi ini ternyata sempat mendisrupsi, sekaligus terdisrupsi oleh teknologi.
“Tahun 1970an Steve Wozniak dan Steve Jobs merevolusi micro computer. Dulu orang berpikir, masa iya personal computer bakal laku? Tapi dia melihat peluang. Lahirlah Macintosh yang sempat berjaya sampai tahun 1980an,” Dr. Agung menceritakan.
Namun, IBM sebagai kompetitornya saat itu tidak tinggal diam. Mereka mengembangkan teknologi yang kemudian berhasil menyaingi, bahkan menggeser popularitas Macintosh. Apple pun sempat dorman. “Setelah itu, 2007 Apple mendisrupsi lagi dengan mengeluarkan Iphone dan operating system IOS. Kemudian Google melihat (peluang) dan buat operating system (Android), yang hardware-nya dibuat Samsung. Begitulah disruptif,” ucap dia.
Oleh karena itu, Dr. Agung menekankan agar pelaku industri tidak merasa nyaman karena disrupsi bisa terjadi kapan pun. “Teknologi berkembang begitu cepat. Apa yang dikembangkan lima tahun lalu, harganya terus menurun.”
Industri 4.0, Society 5.0, dan Kota Cerdas
Disrupsi teknologi juga menjadi pencetus lahirnya Revolusi Industri 4.0 pada 2011. Sekitar enam tahun kemudian, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe merumuskan konsep bernama Society 5.0 yang memungkinkan manusia untuk memanfaatkan teknologi tersebut untuk menyelesaikan beragam masalah sosial.
Hubungan antara Industri 4.0 dan Society 5.0 itu dijelaskan dengan gamblang oleh Deputy Head of Doctor of Computer Science Program (DCS), BINUS University, Dr. Ford Lumban Gaol, SM IEEE.
“Society 5.0 itu sebenarnya komunitas yang hidup di level Industri 4.0 dan mereka sudah nyaman tinggal di situ. Domainnya di mana? Ya itu di level kota cerdas (smart city),” Dr. Ford menjelaskan.
Selanjutnya dia menyatakan bahwa hubungan antara kota cerdas dan Society 5.0 merupakan simbiosis mutualisme. Karena, lanjut Dr. Ford, kota cerdas membutuhkan orang-orang yang telah mencapai level Society 5.0. Pemerintah sendiri sebetulnya sudah menginginkan agar setiap kota di Indonesia bisa mencapai tingkat kota cerdas. Meski demikian, Dr. Ford menekankan ada kata kunci yang membuat suatu kota bisa disebut cerdas, yaitu bagaimana proses sistem informasi berjalan di kota tersebut.
Pendekatannya ada beberapa macam, yaitu transportasi, ekonomi, tata kelola, keterkaitan dengan lingkungan, konsumsi energi, layanan kesehatan dan pendidikan. Dari sisi transportasi, Dr. Ford mencontohkan Tokyo. Kota ini menyediakan transportasi yang terkoneksi sampai ke tempat tinggal para penduduknya.
Selanjutnya yang juga penting adalah konsumsi Energi. Jika berbicara kota cerdas, menurut Dr. Ford, konsumsi dan pasokan energi wajib terlacak. Belum lagi ditambah dari sisi pemakaian energi terbarukan. Lalu, apakah Indonesia memiliki kota cerdas yang benar-benar “cerdas”? Menjawab pertanyaan ini, Dr. Ford mengungkapkan sebuah riset di DCS yang meneliti tentang level kematangan kota. “Ada lima tingkat kematangan. Memang sekarang itu hasil penelitian kami menunjukkan hampir semua kota cerdas di Indonesia itu levelnya antara 2-3,” ucap dia.
Teknologi kunci
Berbicara tentang Industri 4.0 dan Society 5.0 tentu saja tak terlepas dari peran ilmu komputer, salah satu teknologi yang paling mencolok adalah machine learning. Dosen dari DCS yang memang ahli di bidang ini, yaitu Dr. Ir Yaya Heryadi, MSc menjelaskan bahwa machine learning merupakan bagian dari Artificial Intelligence yang bertujuan untuk membuat suatu software atau hardware yang berperilaku atau berpikir seperti manusia.
“Untuk membedakan sebuah algoritma itu machine learning atau bukan gampang sekali. Kalau dilakukan berulang-ulang dan performanya menjadi semakin baik, itu namanya machine learning,” kata Dr. Yaya.
Nah, dalam machine learning tersebut, lanjut dia, terdapat sebuah rumpun yang bernama deep learning. “Ini modelnya lebih spesifik, yaitu artificial neural network.” Dalam kaitannya dengan Industri 4.0, pengembangan machine learning dan deep learning dapat memungkinkan sebuah sistem berbasis komputer yang secara otomatis memproses data terus menerus dan realtime.
“Jadi campur tangan manusia itu saat training saja. Kalau model machine learning dan deep learning itu sudah mempunyai performa yang sangat baik, tinggal ditanam ke dalam mesin,” ujar Dr. Yaya.
Walaupun begitu, Dr. Yaya menekankan bahwa deep learning harus diposisikan sebagai salah satu komponen dalam ilmu tentang data, yang disebut dengan data science. “Jadi, orang yang ingin mengaplikasikan deep learning di industri tidak cukup belajar deep learning saja, tetapi harus dilihat sebagai salah satu metode dalam menganalisis data.” Pasalnya, data science merupakan bidang yang membutuhkan keahlian khusus dalam masing-masing tahapan pengumpulan, proses, dan analisis data. Meski demikian, dalam penerapannya, data science memiliki peran yang sama penting.
Dosen DCS di BINUS University, Spits Warnars Harco Leslie Hendric, S.Kom., MTI., Ph.D, menjelaskan pemanfaatan data science dalam kehidupan nyata. Di antaranya, mengintegrasikan sistem transportasi demi mendukung terciptanya kota cerdas.
“Selama ini kan tiap provider terpisah. Nanti mungkin ada aplikasi yang bisa menggabung semua itu. Harapannya masyarakat tidak perlu bayar lagi, mereka malah dapat poin,” ujar dia. Tak hanya itu. Dari sisi transit data, lanjut Dr. Spits, pemerintah bisa memanfaatkan data perilaku pengguna transportasi sebagai landasan ketika membuka trayek baru. “Misalnya untuk Trans Jakarta, bisa tahu kira-kira banyak penumpang ke arah mana, lalu ke depan prediksinya seperti apa.”
Praktisi dan Peneliti Ilmu Komputer
Peluang bagi para praktisi dan akademisi di bidang ilmu komputer dan sistem informasi memang terbuka lebar. Namun, diperlukan sinergi, kompetensi, juga kreatifitas untuk meraihnya. “Mau tidak mau, industri harus kuat risetnya. Kalau tidak, dia bisa terbunuh. Riset itu juga harus optimal sehingga hasilnya bisa berguna bagi komunitas, pemerintah, industri, dan akademik,” ucap Dr. Agung.
Selaras dengan pernyataan tersebut, Dr. Yaya juga menekankan pentingnya kreatifitas, khususnya dalam penelitian maupun aplikasi deep learning. Apalagi, banyak penelitian dari luar negeri yang bisa diadopsi untuk mengatasi permasalahan lokal. “Istilahnya think globally, act locally,” ucap Dr. Yaya saat menutup wawancara.
Oleh karena itu, para ahli di bidang ilmu komputer dan sistem informasi diharapkan terus melakukan meningkatan kompetensi agar mampu selangkah lebih maju di tengah perkembangan teknologi yang pesat ini. Salah satunya dengan mengambil program doktor di universitas yang memiliki pengajar mumpuni.
Sejak 2014, BINUS Universiy telah membuka Program Doctor of Computer Science. Program ini juga telah membuahkan beragam kegiatan Fostering & Empowering—sesuai dengan semangat BINUS University—melalui berbagai kegiatan riset, pengembangan, serta pengabdian masyarakat. Terlebih lagi, program ini kerap melakukan kolaborasi riset dan publikasi bersama peneliti-peneliti dunia dalam International Conference di bidang Ilmu Komputer, selain juga kegiatan Visiting Professor.
Sementara itu, para mahasiswa yang nantinya lulus Program DCS BINUS University tidak hanya mendapatkan ijazah, tetapi juga portofolio dan pengalaman internasional. Harapannya, lewat tangan-tangan para lulusan S3 tersebutlah muncul beragam inovasi teknologi yang mendisrupsi sehingga mampu mengakselerasi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 di Indonesia.