Peran Teknologi dalam Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Menghadapi Pandemi

Krisis akibat adanya pandemi COVID-19 ini bisa dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk juga dalam industri layanan kesehatan. Dalam memerangi musuh yang tak kasat mata ini, diperlukan teknologi yang mampu membantu proses penanganan medis supaya bisa dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Apalagi mengingat banyaknya pasien dan korban akibat infeksi virus.

Doctor of Computer Science BINUS Graduate Program-BINUS University bersama Deakin University Australia, IEEE Computer Society Indonesia Chapter, dan Research Interest Group Intelligent System mengadakan webinar “The International Seminar on Health Technology and Informatics” dengan tema “The Role of Healthcare Technology on the Pandemic COVID-19” pada Jumat (12/6) yang membahas peran teknologi dalam penanganan COVID-19, khususnya di bidang layanan kesehatan. Berikut ini empat contoh implementasi teknologi di dunia medis untuk menghadapi COVID-19.

Penggunaan Blockchain

Pengumpulan dan analisis data menjadi salah satu komponen penting dalam penanganan kasus COVID-19. Metode ini juga sudah diaplikasikan oleh berbagai layanan kesehatan, seperti Centers of Disease Control and Prevention di Amerika Serikat dan World Health Organization (WHO) dalam melakukan tracking pasien COVID-19. Akan tetapi, data-data ini hanya bisa diakses oleh pemerintah saja.

Bayangkan bila data riwayat kesehatan bisa diakses dengan mudah oleh masing-masing orang, tentu akan mempercepat proses diagnosa dan penanganan pasien. Hal ini menjadi mungkin dengan adanya blockchain, sebuah sistem penyimpanan data digital yang bisa difungsikan dalam berbagai aspek pelayanan kesehatan masyarakat.

Data-data pasien akan tetap aman karena terenkripsi dan sifatnya yang terdesentralisasi. Poin penting yang bisa dihadirkan oleh blockchain adalah kemampuan untuk terhindar dari ancaman pembobolan data, meningkatkan kualitas pelayanan secara menyeluruh, menangani lebih banyak pasien bahkan yang tinggal di area pelosok, dan meminimalisir coding errors sehingga dapat menekan biaya operasional.

Blockchain bisa diimplementasikan untuk berbagai kebutuhan, seperti menyimpan data riwayat kesehatan pasien, melakukan transfer data dengan aman, mengatur supply chain peralatan medis serta obat-obatan, dan membantu para peneliti dalam mengolah kode genetik. Hal-hal ini sangat diperlukan agar bisa secara cepat mengantisipasi dan menangani dampak buruk akibat pandemi.

Konsultasi Virtual

Sekarang ini mulai bermunculan beragam aplikasi konsultasi online yang menghubungkan dokter dengan pasien. Walaupun masih banyak orang yang belum sepenuhnya percaya dengan metode ini, akan tetapi ini merupakan langkah maju dalam implementasi teknologi di bidang layanan kesehatan.

Di tengah pandemi ini, physical distancing sangat dianjurkan, sehingga banyak rumah sakit yang membatasi kunjungan pasien. Dengan adanya konsultasi virtual, para tenaga medis dapat dengan mana melakukan diagnosa dan menangani keluhan pasien secara real time hanya dari layar ponsel saja. Jika ternyata gejala yang dialami pasien tidak begitu mendesak atau tidak berkaitan dengan penyakit kronis, maka pasien pun tidak perlu repot datang ke rumah sakit. Hemat waktu dan tenaga yang krusial, sehingga dokter dan perawat bisa lebih fokus menangani pasien COVID-19.

Tidak hanya itu saja, konsultasi virtual ini juga memudahkan para tenaga kesehatan untuk menjangkau lebih banyak pasien, terutama yang tinggal di desa atau wilayah terpencil. Remote healthcare ini selain dapat meningkatkan kualitas pelayanan dokter dan perawat, juga mencegah virus tersebar lebih luas. Lebih hebatnya lagi, beberapa aplikasi sudah dilengkapi dengan Artificial Intelligence (AI) untuk memudahkan diagnosa.

Artificial Intelligence

Teknologi Artificial Intelligence sudah bukan lagi produk fiksi yang biasanya tayang di layar lebar. Salah satu contoh implementasi AI dalam layanan kesehatan adalah robot yang bekerja sebagai asisten dokter. Robot ini bisa difungsikan untuk mengecek organ vital pasien pengidap virus corona, menyemprotkan cairan disinfektan di sudut rumah sakit, serta sebagai media komunikasi antar dokter dengan pasien. Dengan begitu, tidak diperlukan kontak fisik, sehingga meminimalisir risiko transmisi virus.

Tidak hanya itu saja, sekarang juga sedang dibuat robot AI untuk melakukan disinfektasi dengan cahaya UV dan implementasi AI X-Ray agar bisa lebih mudah melihat kondisi paru-paru dan organ vital pasien yang positif virus corona. Niscaya, rumah sakit akan bisa menangani lebih banyak pasien dengan menggunakan teknologi AI ini.

3D Visual

Sebuah simulasi 3D yang dilakukan oleh Aalto University, Finnish Meteorological Institute, Technical and Innovation Centre, dan Helsinki University secara jelas menunjukkan bahwa droplets yang dikeluarkan tubuh ketika bersin atau berbicara akan tetap berada di udara selama 6 menit dan mampu bergerak sejauh 3,5 meter. Informasi seperti ini bisa didapat karena adanya teknologi 3D.

Kemudian, teknologi 3D printing juga digunakan untuk memproduksi beragam peralatan medis, seperti masker dan ventilator. Selain lebih cepat, produksi ini juga tidak membutuhkan banyak material. Teknologi 3D adalah masa depan baru di industri kesehatan, secara nyata membantu para pekerja medis dan peneliti untuk lebih mengenal dan siap menghadapi ancaman virus seperti sekarang ini.